Lo inget nggak, siapa orang pertawa yang bisa bikin jantung lo kayak kesurupan kangguru setiap kali ketemu?
Lo inget nggak, gimana wajah orang yang pernah membuat puber lo dateng jauhhhh sebelum waktunya?
Lo inget nggak, harga kaset PS 1 yang bajakan berapa?
Nah, kalo lo inget itu semua, itu artinya elo belum bener-bener move on dari cinta pertama lo. Cinta pertama, apakah selalu cinta monyet? Mungkin untuk ukuran anak di bawah 17 tahun, iya. Tapi kalo cinta itu masih terus hidup sampai orangnya sudah menjadi dewasa, itu bukan cinta monyet, tapi cinta gorila. Lebih besar, kuat, dan liar. Susah dimatiin.
Oke. Kenapa gue tiba-tiba ngomongin soal cinta pertama? Jadi kemarin gue diundang kepremiere film ke-30493470781234 dari penulis sukses (yang pernah) muda Indonesia, Raditya Dika. Film itu dikasih judul sesuai buku kelima dia, Marmut Merah Jambu (MMJ).
Gue bersama pemeran Dika (kecil), Christoffer Nelwan.
MMJ sukses ngajakin gue buat bernostalgia tentang masa SMA. Gue jadi inget sahabat gue, guru-guru gue, sampe cinta monyet gue, ibu kantin. Dari segi penggarapan, kekuatan cerita, karakterisasi tokoh, MMJ di mata gue jauh lebih baik daripada film-film Dika sebelumnya. Bisa dibilang, film-film Dika yang dulu-dulu itu keren, sedangkan MMJ ini lebih keren.
Gue, sudah jarang bisa ketawa karena tiap hari tontonan gue film-film komedi barat sama stand up comedy. Jadi, gue kira film lokal komedinya nggak bakal senendang film-film barat. Tapi pas nonton MMJ, awalnya gue nggak banyak berekspektasi soal komedi. Gue kira, Dika bakal kayak dulu-dulu, nyelipin bit-bit stand up comedy-nya di film ini dan lebih fokus ke penyampaian ceritanya. Tapi ternyata nggak, gue bisa ketawa terdahak-dahak karena komedinya benar-benar fresh. Gue nggak tau teknik komedi apa yang dia pake di film ini. Yang jelas, waktu nonton film ini, gue ngerasain hal yang sama kayak dulu gue pertama liat talkshowdia yang kocak, dan waktu itu gue belum tau yang dia lakuin itu namanya stand up comedy. Sehingga ya udah, gue ketawa karena itu emang lucu, tanpa peduli teknik komedi apa yang dia pake.
Kembali ke premis film ini. Yang gue liat, Dika mencoba mengangkat tentang cinta pertama. Setiap detail dari kehidupan anak sekolah bisa dia angkat satu-persatu dengan mulus. Bahkan, gue jadi ikut kebawa buat nginget-nginget zaman gue jadi anak sekolah yang nggak dikenali oleh guru sendiri. Zaman gue nelpon cewek tapi nggak berani ngomong. Zaman gue cuma punya satu sahabat yang jauh dari kata sempurna, tapi gue nggak bisa lepas darinya. Zaman gue jajan bakwan lima, tapi ngakunya ke ibu kantin cuma makan dua.
Intinya, film MMJ ngasih gue beberapa pelajaran:
- Bersahabatlah Seperti Anak Kecil
Mau sehebat apa pun berantemnya, mereka nggak bakal bisa ngebohongin diri sendiri bahwa mereka saling membutuhkan. Gue kangen buat sahabatan kayak zaman gue remaja. Yang belum punya tendensi atau pengin manfaatin temen doang. Gue kangen sama orang yang mau diajak buat berbuat gila bersama. Seperti pepatah barat bilang: Sahabat itu adalah orang yang nggak bakal membiarkan elo buat bertindak bodoh....... sendirian.
- Cinta Pertama Nggak Ada Matinya
Gara-gara nonton film ini, gue jadi inget cewek yang gue taksir pas zaman SD. Gue jadi keinget semua detail dari cewek ini, sampai perasaan bahagia setiap kali pulang sekolah selalu barengan sampe rumah. Dia naik sepeda roda dua, gue naik baby-walker. Balik dari nonton MMJ, gue langsung buka Facebook buat nyari cinta pertama gue itu. Pas ketemu, gue shock... Ternyata dia sudah punya cucu.
- Kalo Cinta Jangan Diam
Percuma ngelakuin banyak hal buat bikin si dia bahagia. Percuma ngelakuin hal-hal gila buat bikin si dia terpesona. Kalo gue nggak berani ngutarain isi hati, si dia nggak bakal pernah mengerti. Iya, gara-gara MMJ, gue jadi inget kalo gue pernah suka sama cewek zaman gue awal-awal kuliah. Gue udah ngelakuin apa aja buat bikin dia bahagia. Tapi sayang, gue nggak pernah berani ngelakuin satu hal pun buat bikin dia tahu. Ending-nya? Gue menyesal saat dia sudah beranak pinak dengan pria lain.
- Nggak Ada Fase Hidup yang Lebih Indah dari Masa SMA
Sebenernya nggak cuma masa SMA, tapi masa sekolah. Gara-gara MMJ, gue jadi kangen masa-masa sekolah dulu, di mana kewajiban gue cuma belajar dan bermain. Menuruti imajinasi buat jadi apa pun yang gue impiin. Nggak ada kewajiban buat nyari duit sendiri maupun ngelarin skripsi. Makasih Radit, malem itu gue jadi bisa inget lagi tentang kebahagiaan-kebahagiaan sederhana. Gue berencana untuk menuruti apa yang ada di film MMJ, memikirkan belajar dan bermain, nggak usah ngerjain skripsi.
Yap! Itu sebagian hal yang bisa gue pelajarin dari film MMJ. Semoga tulisan ini bisa jadi bahan pertimbangan kalian yang masih ragu buat nonton MMJ atau nggak. Tapi buat gue, harga yang lo bayar buat tiketnya, sebanding dengan hiburan dan cerita yang bakal lo nikmatin kok. Oiyah, yang paling gue suka dari film MMJ adalah satu: di film ini, nggak ada adegan ciuman. Terima kasih untuk pengertiannya, Kak Radit, sehingga menonton film ini sendirian jadi nggak terasa begitu nestapa.
Kalau menurut kamu, film MMJ ini gimana?
0 komentar:
Posting Komentar
Ketentuan berkomentar:
1. Setelah Anda mengirim komentar, Anda tidak dapat mengubah atau menghapusnya.
2. Comeon-Moveon berhak untuk menghapus komentar apapun yang dinilai melanggar aturan berikut ini:
- Relevan. Komentar Anda tidak sesuai topik dan tidak mempunyai kaitan dengan kiriman awal.
- Sopan. Jangan menggunakan kalimat yang mendiskriminasikan ras, seks, dan atau bernada menyerang. Komentar yang kasar, bernada kebencian, atau memfitnah tidak diijinkan.
- Cermat. Iklan atau permohonan tidak diperkenankan.
- Terpuji. Dilarang mengirimkan komentar yang melanggar hukum atau mendukung perilaku yang buruk.
- Simpatik. Tidak mengirimkan muatan yang bervirus atau komponen yang berbahaya.
- Cerdas. Komentar yang memuat informasi pribadi, seperti nomor telepon dan surat elektronik (email) akan dihapus.